Minggu, Agustus 22, 2010

Orang-orang buta dan gajah

       Alkisah, di seberang Ghor ada sebuah kota yang semua penduduknya buta. suatu hari, seorang raja bersama para pengikutnya lewat kota itu. Sang raja membawa balatentara dan berkemah di gurun. dalam perjalanan kali ini, sang raja membawa serta seekor gajah yang perkasa yang dipergunakannya untuk berperang. Gajah perkasa tersebut menimbulkan ketakjuban semua orang yang melihatnya.
       Penduduk kota ingin sekali melihat gajah tersebut, dan beberapa di antara orang-orang buta itu pun berlari-lari bagaikan badut-badut tolol berusaha mendekatinya.
       Karena sama sekali tidak mengetahui bentuk dan wujud gajah, mereka pun meraba-raba sekenanya, mencoba membayangkan gajah dengan menyentuh bagian tubuhnya. 
       Masing-masing berpikir telah mengetahui sesuatu, sebab telah menyentuh bagian tubuh tertentu.
       Ketika mereka telah kembali ke tengah-tengah kaumnya, orang-orang pun berkerumun di sekeliling mereka untuk bertanya tentang bagaimana wujud gajah sang raja yang mahsyur itu. Namun sayang, tampaknya orang-orang itu keliru mencari tahu kebenaran dari rekan-rekannya sendiri yang sebenarnya telah tersesat.
      Kerumunan orang itu bertanya tentang bentuk wujud gajah sang raja dan mendengarkan segala yang diberitahukan kepada mereka.
      Orang yang menyentuh telinga, ketika ditanya tentang bentyuk gajah, ia menjawab, "Gajah itu lebar, kasar, besar, dan luas seperti babut."
      Sementara orang yang meraba belalainya berkata, "Saya tahu keadaan sebenarnya. Gajah itu bagai pipa lurus dan kosong, dahsyat, dan suka menghancurkan."
     Adapun orang yang menyentuh kakinya berkata, "Gajah itu perkasa dan kokoh, bagaikan tiang."
     Masing-masing telah meraba satu bagian saja, dan keliru menafsirkannya.



----------------------------------------

Mereka meyakini kebenaran yang berbeda-beda atas dasar perabaan dan asumsi yang mereka miliki. Sesungguhnya kebenaran hakiki hanyalah milik Allah, sementara segala kebenaran selain-Nya adalah relatif dan nisbi. Oleh karena itu seseorang tidak boleh memaksakan kebenaran yang "diraihnya" kepada orang lain, karena bisa jadi orang lain mempunyai kebenaran sendiri yang berbeda dari kebenaran yang diyakininya.